Bullwhip
effect (atau efek cambuk) merupakan istilah yang digunakan dalam
dunia inventory yang mendifinisikan bagaimana pergerakan demand dalam
supply chain. Bullwhip Konsepnya adalah adalah suatu keadaan yang
terjadi dalam supply chain, dimana permintaan dari customer mengalami
perubahan, baik semakin banyak atau semakin sedikit, perubahan ini
menyebabkan distorsi permintaan dari setiap stage supply chain.
Distorsi tersebut menimbulkan efek bagi keseluruhan stage supply
chain yaitu permintaan yang tidak akurat.
Efek
dari kondisi ini adalah semakin tidak akuratnya data permintaan.
Ada
banyak hal yang bisa menyebabkan terjadinya bullwhip effect ini.
Dalam hal ini menurut Lee et al (1997) mengidentifikasi 4 penyebab
utama dari bullwhip effect yaitu:
1.
Demand yang jarang sekali stabil
Hal
ini mengakibatkan peramalan permintaan yang kita buat juga jarang
sekali akurat, sehingga terjadinya error pada forecast dimana
perusahaan mengantisipasi dengan membuat safety stock.
Namun jika ditarik dari produk jadi yang diserahkan
ke customer sampai ke raw material yang
ada di pabrik maka akan terlihat lonjakan demand yang
sangat tajam. Pada periode dimanademand sedang melonjak
maka seluruh partisipan pada chain akan meningkatkan
inventorinya namun jika demand pada periode tertentu
sedang turun maka partisipan harus menurunkan inventorinya. Akibat
dari besarnya safety stock berpengaruh pada tidak
efisiensinya produksi, dan juga mengakibatkan
rendahnya utilization pada pendistribusian. Dapat
juga berpengaruh pada buruknya customer service dan
juga buruknya image perusahaan
dikarenakan stock yang sudah terlalu lama, sehingga
produk menjadi rusak. Terlebih lagi hiringdan lay-off pekerja
berpengaruh pada kondisi keuangan perusahaan akibat dari training dan
juga pembayaran pesangon pekerja.
2. Order
Batching
Pada
saat inventory pada perusahaan sudah menurun, maka perusahaan
biasanya tidak langsung memesan barang, ini dikarenakan perusahaan
memesan berdasar order batching atau akumulasi permintaan sebelum
memesan pada supplier. Biasanya order batching ada dua macam yaitu
periodic ordering and push ordering. Perusahaan biasanya memesan
secara mingguan, dua mingguan atau bahkan bulanan. Jadi yang dihadapi
oleh supplier ketika perusahaan memesan secara periodik adalah
terjadinya tingkat permintaan yang tinggi untuk bulan ini disusun
dengan kekosongan di bulan berikutnya. Pemesanan secara periodik ini
mengakibatkan bullwhip effect. Salah satu masalah yang dihadapi untuk
melakukan pemesanan secara frekuensi adalah masalah biaya
transportasi, dimana terdapat perusahaan akan rugi jika memesan
barang dengan muatan yang tidak penuh.
3.
Price Fluctuation
Manufacture dan
distributor biasanya membuat promosi secara periodikal, sehingga
membuat pembeli melakukan permintaan menjadi lebih banyak dari yang
sebenarnya dibutuhkan. Promosi semacam ini dapat membuat supply chain
menjadi terancam, ini dikarenakan pembeli akan memesan lebih banyak
dari yang dibutuhkan ketika sedang ada promosi dan ketika harga
menjadi normal maka tidak ada pembelian karena customer masih
memiliki stock barang. Ini membuat peta permintaan tidak menunjukkan
pola yang sebenarnya. Dan variasi dari pembelian lebih besar dari
variasi consumsion rate sehingga ini menimbulkan bullwhip effect.
4. Rationing
and Shortage Gaming
Pada
saat salah satu rantai dari supply chain management ada yang
melakukan “permainan” yang mengakibatkan pabrik tidak mengetahui
permintaan pasar yang sebenarnya sehingga terjadi kekurangan atau
kelebihan stock di pasaran yang mengakibatkan kekacauan di
downstream, atau ada salah satu mata rantai yang melakukan penimbunan
barang agar terjadi scarcity dan menimbulkan kekacauan di mata rantai
SCM, sehingga permintaan meningkat dari downstream. Ini juga
mengakibatkan bullwhip effect.
Idealnya
suplai dari produsen ke konsumen akan berjalan dengan lancar meskipun
melalui berapa tahapan. Misalkan dari produsen sesudah barang jadi
diproduksi dikirim ke gudang, kemudian dari gudang dilanjutkan
disebar ke distributor, setelah dari distributor barulah akan
disebarkan ke penjual eceran (retail), dan terakhir akan diterima
ketangan customer (pembeli). Permasalahan baru akan terjadi ketika,
hasil penjualan suatu periode dijadikan referensi untuk rencana
produksi diwaktu yang akan datang. Padahal pada kenyataannya,
permintaan dari customer terus berubah-ubah. Ketidakpastian
permintaan customer inilah yang menjadi penyebab utama bullwhip
effect.
Akibat
yang akan terjadi pada awalnya adalah kesalahan dalam memproduksi
jumlah barang. Pada satu sisi ketika barang yang diproduksi jumlahnya
berlebih, maka yang akan terjadi adalah penumpukan barang. Setiap
penumpukkan barang akan mengakibatkan penambahan biaya penyimpanan
(storage) yang tentunya ini akan menjadi kerugian biaya tersendiri.
Belum lagi jika selama penyimpanan ada barang yang mengalami
kerusakan atau defect. Begitu pula sebaliknya, jika barang yang
diproduksi terlalu sedikit, atau kurang dari kebutuhan customer, maka
akan didapatkan kerugian kehilangan kesempatan menjual barang kepada
customer. Jika produk yang kita jual jenisnya adalah yang unik
dan tidak memiliki pesaing mungkin kita bisa mempertahankan
pelanggan. Namun jika produk yang kita jual juga ada pesaing lainnya
yang menjual produk serupa, maka akan ada kemungkinan customer kita
akan berpindah ke penjual lainnya, yang tentu saja ini adalah suatu
bentuk kerugian tersendiri, kehilangan pelanggan.
Penumpukan
barang adalah salah satu kasus awal, dan yang terakhir adalah
menghilangnya pelanggan, bayangkan jika kedua keadaan ini terjadi
secara bersamaan. Yang akan terjadi adalah kekacauan dari rantai
suplai dan usaha yang kita miliki.
Nice Share Syofa
BalasHapusmateri yang dijelaskan sangat mudah untuk saya fahami dan membantu saya dalam improvement yang akan saya kerjakan.
Jika diperbolehkan saya ingin sedikit berdiskusi via email.
Terima Kasih
Nice Share Syofa
BalasHapusmateri yang dijelaskan sangat mudah untuk saya fahami dan membantu saya dalam improvement yang akan saya kerjakan.
Jika diperbolehkan saya ingin sedikit berdiskusi via email.
Terima Kasih